hallo nona, apakabar?
begini ya rasanya menjadi aku nona, memendam ribuan aksara dan kau lantarkan begitu saja tanpa sapa.
Nona, aku tidak tahu pasti apa yang sedang kau perbuat denganku, sengaja memainkan rasa yang kulindungi dengan pertahanan begitu tinggi ini atau bagaimana.
Sosok wanita mandiri yang pernah kutemui, tidak pernah ingin kujemput, tidak pernah ingin kubelikan ini itu, sebab katamu ;
"ibuku mengajariku mandiri sedari dulu, aku bekerja mencari uang sendiri mas, untuk siapa? ya untuk aku. Aku ndak suka ah ngerepotin orang lain mas, kasian mas beban mereka sudah banyak kok mau ditambah tambah."
Dimana mana harusnya laki-laki yang mendekatimu akan langsung mundur Nona, tapi kau malah bilang "mas aku ini ndak pantes ya buat siapa-siapa, emang ada ya mas laki-laki mau sama orang yang ndak cantik begini?". ingin rasanya kumaki saja dirimu ini Nona. Lelaki mana nona yang membuatmu menjadi sebegitu traumanya? bajingan sekali.
Nona,
wangimu menusuk rongga hidung dengan sengaja
aksara yang kau lontarkan menancap seisi kepala
kisah yang kita rajut mati begitu saja
seputar kabar ditarik ulur dengan sengsara
Nona, hampir 100 kilometer jarak yang harus ditempuh jika ingin bertemu denganmu. Ketika katamu kau sedang dikotaku, tak banyak pikir kutancap saja gas ku untuk menemuimu. Sadar tidak sadar rupanya aku jatuh cinta. Namun diisi kepala mu semua lelaki sama saja nona. Ciut nyaliku menyampaikan apa yang ada dikepala dan apa yang dirasa, mereka bergulat nona, emosi, rasa dan pola pikir tak hentinya berkecambuk. Ini sulit.
bahkan, saat ini satu satunya cara membayar rindu adalah menulis puisi tentangmu. Tak masalah bagiku, sudah kubiasakan, pada akhirnya nona ini puisi-puisi ini terlantar tak bertuan.
termasuk aku,
tak akan pernah bisa menggenggam erat jemarimu,
biarkan ini bersambung ntah sampai kapan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar